Sabtu, 30 Juni 2012
MELODI TAK TERDUGA
Walau Indonesia
gaung nama Yardbirds tak terlalu kerasm sesungguhnya grup itulah kunci pembuka
era musik baru musik rock. Merekalah yang memainkan musik yang kemudian disebut
blues rosck, akar hard rock, dan kemudian heavy metal. Musik yang dimainkan Yardbirds
juga membuka kemungkinan bagi musik psychedelic rock (yang dimainkan The
Who) dan progresive rock (yang dimainkan Yes dan Pink Floyd).
Sayang, kehadiran dua bintang dalam satu kandang tak
hanya membuahkan kesuksesan, namun juga masalah klasik : persaingan dan
benturan ego antara Jeff Beck dan Jimmy Page. Karena memang “tak boleh ada dua
raja dalam satu kerajaan”, salah satu harus keluar. Siapa? Jack Back setelah
mereka menggelar konser perdana di Amerika. Agaknya, waktu itu nasib Yardbirds
memang sudah diambang akhir, karena kemudian Keith Relf dan Jim McCarty juga
keluar.
Untuk menyelamatkan Yardbirds, Jimmy Page harus
menemukan volakis dan drumer baru. Dia mengincar vokalis terry Reid dan Bj Wilson (drumer Procol
Harum). Namun Terry malah merekomendasikan seorang penyanyi berusia 19 tahun
yang belum dikenal. Penyanyi bernama
Robert Plan itu baru saja mengawali karier dalam Band of Joy. Jimmy mengira
Robert Plat Cuma bisa jual tampang. Namun setelah mendengar nyanyian Robert
yang seperti teriakan Indian murka di atas api unggun, jawara gitar ini
terpesona.
Vokalis ganteng berambut pirang itu kemudian
memperkenalkan temannya di Band of Joy, seorang drumer bernama John Bonham.
Begitu mendengar gempuran drum John yang tanpa henti seperti mesin arloji, Page
langsung terpikat dan meminta mereka bergabung dalam formasi baru yang
diperkenalkan sebagai The New Yardbirds. It membuat posisi Page makin dominan
hingga basis Chars Freja tak betah dan keluar.
Jimmy Page mencasi basis sekaligus nama baru bagi grup
bandnya. Dia merasa tak berhak memakai nama Yardbirds. Dia bertemu John Paul
Johanes, basis yang menguasai ilmu harmoni. Empat sekawan itu segera berlatih
diruangan bawah tanah di London,
memainkan lagu ‘Train Kept Rollin’. Latihan pertama itu begitu mengesankan
hingga mereka saling cocok.
Mereka bahkan mendahulukan merekam lagu-lagu yang bakal menjadi
materi album pertama daripada memikirkan nama grup. Usia rekaman, Page dan
ketiga rekannya menerima tawaran manggung dua minggu di Skandinavia. Nah,
berita kemunculan “The New Yardbirds” yang tampil dengan musik yang lebih
bertenaga menyebar kemana-mana. Tak Cuma penggemar yang menyambut antusias,
namun juga musikus rock Inggris, antara lain personel The Who, Keith Moon.
Keith Moon pula yang berkomentar bahwa grup baru Jimmy Page
harus mmapu melaju sekaligus mematikan lika a lead Zeppelin, oleh Jimmy
Page, kata-kata itu dipelesetkan menjadi Led Zeppelin dan dijadikan nama baru grup
bandnya.
Ketika merilis album perdana, Led Zeppelin (12
Januari 1969), Jimmu Page diam-diam mengawali gerakan baru dalam musik rock.
Album itu tak saja meraih piringan emas dalam waktu singkat, namun juga
menampilkan beberapa lagu yang meledak menjadi hit seperti “I Can’t Quit You
Baby”, “You Shook Me”, dan “Dazed and Confused”.
Album kedua mereka, Led Zappelin II (31 Oktober
1969), menampilkan lagu-lagu lebih keras seperti “Heartbreaker”, “Moby Dick”,
dan superhit “Wholla Lotta Love”. Album Led Zeppelin III (Agustus 1970)
melejitkan lagu “Immigrant Song” dan
“Since I’ve Been Loving You” yang dinobatkan sebagai lagu blues rock abadi.
Superhit Led Zeppelin di album keempat, selain “Black
Dog” dan “Rock and Roll”, adalah “Stairway To Heaven” yang menjadi tembang Zeppelin paling beken.
Lagu itu tak Cuma mampu bertahan di puncak tangga lagu di Inggris selama 64
minggu, namun juga dinyatakan oleh Billboard sebagai lagu paling sering diputar
di radio di seluruh dunia.
Selain menampilkan permainan gitar jempolan, Jimmy Page
juga seorang arranger dan produser. Dia bukan sekedar gitaris, namun
juga jiwa musik Led Zeppelin. Dalam edisi khusus majalah Guitar World
(Desember 1993) Jimmy Page mengatakan, “Banyak orang yang memandang saya sebagai
pemain gitae, namun saya memikirkan diri saya dalam jangkauan luas. Sebagai
musikus, saya memikirkan kemampuan menciptakan melodi-melodi yang tak terduga
dan harmoni yang melebihi kerangka musik rock.
Jauh sebelum kemunculan genre nu-metal yang memadu musik
rock dengan musik kaum negro (hip-hop), Page memadukan hard rock dengan geliat irama
funk pada lagu “The Crunge” di album kelima, Houses of the Holl. Di
album itu pula dia juga menyusupkan irama reggae pada lagu “D’yer Maker”.
Sejak awal, Jimmy Page sudah menunjukkan bahwa dia tak
puas pada satu aliran musik dan menunjukkan perhatian pada irama dan nada musik
etnis yang bisa menjadi paduan menarik bagi musik rock. Di album pertama Led
“Physical Grafiti”, mengusung melodi musik Timur Tengah.
Itu makin dipertegas era pasca Zeppelin (1994) saat
Jimmy Page dan Robert Plant berkolaborasi dengan musikus Maroko, Egyptian
Ensemble dari Kairo, dan London Metropolitan Orchestra dalam album spesial No
Quarter yang memberi wajah musikal berbeda dari citra Led Zeppelin. Di
album itu, Jimmy Page dan Robert Plant tak segan-segan bergambus-ria.
Kamis, 28 Juni 2012
Keroncong Terus Mengalun
Apa yang terlintas dalam benak
Anda saat mendengar kata keroncong? Sundari Soekotjo kah? Atau Bengawan Solo?
Mungkin memang benar bila kedua pilihan
tersebut menjadi jawaban, tapi tahukah anda bahwa keroncong sebenarnya
merupakan warisan budaya yang dibawa oleh bangsa Portugis. Seperti di ketahui
bahwa Musik Keroncong masuk ke Indonesia sekitar tahun 1512, yaitu pada waktu Ekspedisi
Portugis pimpinan Alfonso de Albuquerque datang ke Malaka dan Maluku tahun
1512.
Saat terjadi pergolakan di
Maluku dan Tidore, bangsa Portugis pun bergeser ke daerah Ambon. Lalu menyusuri
Sunda kecil dan singgah di Banten. Setelah itu bangsa Portugis yang tinggal di
Batavia, mereka membuat perkampungan di daerah Cilincing yang akhirnya di beri
nama Kampung Toegoe. Dalam perjalanannya, keturunan Portugis ini sering
berkumpul dan bermain musik bersama
dengan menggunakan beberapa alat musik yang mereka bawa dan buat sendiri. Dari
kebiasaan itu, kemudian terbentuk grup musik yang terorganisir. Pada tahun 1920
mereka membentuk grup musik Orkes
Krontjong Poesaka Moresco Toegoe yang kemudian hari lebih dikenal dengan Orkes Krontjong Toegoe.
Lantas bagaimana musik tersebut
menjadi musik keroncong? Dari berbagai alat musik yang dimainkan tersebut
terdengar suara ‘crong-crong’ yang cukup dominan, maka disebutlah musik yang
mereka sering mainkan kala senggang
tersebut sebagai musik ‘keroncong’.
Perkembangan musik keroncong pun
mengalami pasang surut dan sempat muncul melalui lagu-lagu yang dinyanyikan
oleh penyanyi keroncong asal Jawa.
Lagu-lagu yang sangat fenomenal tentunya adalah lagu Bengawan Solo karya
Gesang. Setelah itu dinamika musik di Indonesia pun mulai dinamis dengan
banyaknya seni budaya asing yang masuk dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Pem-“pribumi”-an keroncong
menjadikannya seni campuran, dengan
alat-alat musik seperti sitar, rebab, suling bambu, gendang, kenong,
saron, gong. Saat ini alat musik yang dipakai dalam orkes keroncong mencakup ; ukulele cuk, berdawai 3 sebagai alat musik utama yang menyuarakan crong –crong, ukulele cak, berdawai 4, gitar melodi, biola, flute,
selo, dan kontrabas.
Menengok perjalanan grup keroncong di Pekalongan
Pekalongan sebagai kota pesisir
utara Jawa Tengah yang sangat terkenal karena batiknya, pada era tahun 1970 an
di kenal sebagai gudangnya musik dangdut. Ditengah maraknya musik dangdut,
ternyata tumbuh juga musik keroncong. Ini ditandai dengan munculnya group Orkes
Keroncong dari kelurahan Sapuro, Kecamatan Pekalongan Barat. Group orkes
keroncong tersebut berdiri pada tahun
1976 dengan nama Orkes Keroncong “Karya Nada”. Dalam perjalanannya kemudian
berubah nama menjadi Orkes Keroncong “Pesona Citra Nada” dan sekarang berubah
menjadi Orkes Keroncong “Pesona Batik”.
Sejak tahun 1976 Orkes Keroncong
“Pesona Batik” telah banyak mengukir prestasi, prestasi yang terakhir pada
tahun 2010 berhasil meraih predikat penampil terbaik ke tiga lomba Keroncong
tingkat Jawa Tengah dan DIY. Disamping prestasi tersebut Orkes Keroncong Pesona
Batik selalu aktif mengikuti lomba, seperti mewakili Pekalongan mengikuti lomba
penyanyi keroncong tingkat nasional. Tahun 1988 mengiringi Teguh Utomo lomba penyanyi keroncong tingkat
nasional dan mengiringi Iwan Adi Nugroho
pada event serupa pada tahun 2008 lalu.
Kreatifitas orkes keroncong
Pesona Batik dalam mengaransemen lagu keroncong cukup baik. Di dalam setiap
penampilannya mampu membawakan lagu yang cukup variatif, tidak hanya lagu –
lagu keroncong standar, langgam dan stambul saja. tapi mampu mengikuti tren
yang ada misalnya membawakan lagu – lagu
Pop, Dangdut, Campursari, hingga lagu barat yang digubah menjadi aransemen
keroncong yang menawan.
Tidak heran apa bila group ini
cukup mendapat tempat di hati masyarakat, bahkan pemerintah daerah Pekalongan
pun menjadikan Pesona Batik ini menjadi aset kesenian yang sering diminta
tampil menghibur tamu pejabat, seperti ketika kunjungan Bu Ani Yudhoyono pada
hari batik kemarin hingga menghibur tamu dari UNESCO. Dan selalu mendapat
sambutan yang cukup baik. Orkes
Keroncong Pesona Batik saat ini dipimpin oleh Bapak Solichin dan sekretaris
Istadi Busro sedangkan musisi yang saat ini aktif antara lain pemain flute : Solichin, biola : Sugeng, melodi : M Taufik,
Cak : Aris Purnomo, Cuk : Hery, Celo : Mistak, bass : A Tiril, SE,
dan vokalisnya ada Alni Wijaya, Lisna, Iwan Adi Nugroho serta Dyah Yuni.
Di dalam perjalanannya Orkes
Keroncong Pesona Batik selama kurang lebih tiga puluh lima tahun tersebut tentu
saja beberapa kali ganti personil dan ganti generasi. Semangat menghidupkan
keroncong dari group ini patut di banggakan, yang memungkinkan group orkes
keroncong ini tetap eksis dan berprestasi hingga sekarang. Sepertinya semangat
itu bisa dilacak ketika kita tengok antara tahun 1990 sampai 2004 Orkes
Keroncong Pesona Batik aktif menyelenggarakan lomba penyanyi keroncong, dari
tingkat remaja sampai dewasa. Dan para
pemenang pun dibina untuk di ikutkan pada event
lomba yang lebih tinggi, seperti acara Bintang Radio dan Televisi.
Sulitnya regenerasi
Menurut bapak Solichin, bahwa
satu hal yang menjadi keprihatinan beliau adalah sulitnya regenerasi, Orkes
Keroncong Pesona Batik adalah salah satu
dari 2 group yang masih eksis di kota
Pekalongan sampai saat ini. Sebagai salah satu yang masih bertahan tentu saja
perlu adanya regenerasi, namun ternyata sulit untuk di harapkan generasi muda
sekarang mengeluti keroncong. Meskipun sebenarnya banyak juga anak –anak muda yang mencoba
mendalami dan belajar, akan tetapi seringnya tidak bertahan lama berlatih
dengan alasan lebih sulit di banding belajar musik lainnya. Dan bahkan sebagian
lainnya tidak mau belajar keroncong dengan alasan kuno dan musik orang tua
Lebih jauh bapak Solichin mengungkapkan
bahwa keroncong itu tidak pernah mati,apa yang dilakukan adalah memberitahukan
kepada masyarakat luas bahwa keroncong itu masih ada dan hidup. Dan berharap
orang akan aware dan merangsang orang tertarik dan tumbuhnya orkes keroncong
–orkes keroncong baru, lebih –lebih beranggotakan para remaja.
Padahal musik keroncong adalah
budaya bangsa yang mesti di lestarikan. Untuk itu perlu strategi khusus
bagaimana memperkenalkan keroncong ke generasi muda, apalagi yang tua-tua masih
semangat melestarikan. Mungkin perlu kreatifitas mengolah keroncong berrasa
anak muda, misalnya seperti yang
dilakukan Bondan Prakoso dan grupnya Bondan Prakoso & Fade2 Black. Yang
menciptakan komposisi berjudul “Keroncong Bondol” yang berhasil memadukan musik
gaya rap dengan musik latar belakang
musik keroncong. Atau Harmony Chinese
Musik Group di tahun 2008 di Solo Internasional Keroncong Festival
membuat kejutan dengan memasukan unsur
alat musik tradisional Tionghoa dan menamainya sebagai keroncong Mandarin.
Menjaga keberlangsungan Keroncong
harus menjadi tanggung jawab bersama, pemerintah daerah, para musisi dan pihak
– pihak yang perduli. Dukungan dari semua pihak akan memudahkan regenerasi.
Beberapa cara dapat di lakukan antara lain seperti, workshop keroncong ke
sekolah – sekolah, mengadakan lomba keroncong tingkat pelajar, membuat buletin
keroncong, mengisi acara tv dan radio dan sebagainya.
Regenerasi kini menjadi salah
satu tujuan yang harus kita galakkan, agar Orkes Keroncong Pesona Batik yang
merupakan bagian dari perjalanan sejarah keroncong di Pekalongan, karena berkat
group keroncong inilah keroncong itu ada di kota batik. Fakta yang cukup
penting adalah keroncong merupakan musik asli Indonesia, seperti dikatakan oleh
salah satu anggota Orkes Krontjong Toegoe, Arthur J. Mitchiels yang merupakan
generasi ke-10 dari pendiri Krontjong Toegoe. “Keroncong itu hanya ada di
Indonesia, di Portugis sendiri itu tidak ada yang namanya keroncong, iramanya
pun berbeda. Jadi musik keroncong adalah musik asli Indonesia yang lahir di
kampung Toegoe”. Sayangnya , hingga saat ini masih ada beberapa pihak yang
memandang keroncong dengan sebelah mata, padahal keroncong itu sendiri menarik
dan tidak terpatok pada sesuatu yang jadul.
Jumat, 22 Juni 2012
STAND UP COMEDY
Wajah baru pemancing
tawa
Setahun belakangan ini , stand up comedy mulai dikenal banyak
orang di Indonesia. Banyak media massa mengulas kebangkitan stand up comedy yang formatnya relatif
belum dikenal sebagian besar masyarakat. Dua stasiun TV swasta menayangkan
program stand up comedy ; Kompas TV dengan Stand Up Comedy Indonesia
yang bentuknya kompetisi. Dan Metro TV
dengan program Stand Up Comedy Shows , berbentuk showchase dimana para stand up comedian atau comic dipilih oleh
tim kreatif.
21 September 2011, di Gedung
Pusat Perfilman haji Usmar Ismail (PPHUI), Kuningan Jakarta bisa dikatakan
event stand up comedy pertama yang menampilkan gaya lawakan baru ini. Tiga
belas comic finalis Stand Up Comedy Indonesia dengan pembawa acara Raditya Dika
dan Panji Pragiwaksono, dengan juri Butet Kertaradjasa, Indro Warkop, dan
Astrid Tiar. Para konstentan yang lolos
ini berlatar belakang beragam, belum ada yang profesinya comic.
Panji Pragiwaksono dalam materi
stand up-nya maupun dalam twitter-nya, menekankan bahwa stand up comedy harusnya membuat orang Indonesia menjadi tidak
sensitif. Jangan mudah terpancing emosi akan pertanyaan dari orang lain.
Seperti yang dilakukan Ernest Prakasa dengan beberapa materi stand up-nya.
“Banyak yang menyuruh kalau sakit pergi ke sinshe
(ahli pengobatan Cina). Tapi itu Bruce Lee bertahun-tahun sakit pilek nggak
sembuh-sembuh {menirukan gerakan Bruce Lee yang setiap berkelahi selalu menyeka
hidungnya }. Maka nya, mending juga pergi ke dokter,” kata Ernest.
Ernest ini adalah salah satu
dari tiga belas finalis Stand Up Comedy
Indonesia yang beretnis Cina. Dan seperti finalis lainnya adalah bukan
siapa-siapa, dan tak pernah bermimpi
suatu saat fotonya akan
terpampang di halaman depan kompas.
Ernest tidak sendirian di halaman
depan kompas hari itu, 9 oktobwer 2011.
Foto bertiga bersama Sakdiyah Ma’ruf dan seorang marinir sersan Daslan. Mereka
adalah tiga diantara tigabelas finalis Stand
Up comedy Indonesia.
Sementara itu di media lain,
Metro TV lewat Stand Up Comedy Show
berformat open mic bagi mereka yang ingin menunjukkan bakat dan
ingin tampil di program itu. Genre komedi ini
memang bisa mengajak kita untuk tertawa dan belajar untuk dewasa.
Belajar untuk tidak sensitif. Materi yang dihadirkan merupakan media belajar bercanda sama diri
sendiri, belajar tertawa bersama-sama. Dengan bebas namun tetap self
scensorship. Tampa ada unsur SARA, kata jorok, hal yang berkaitan fisik.
Istilah Stand Up Comedy sudah ada di kamus The Oxford English Dictionary
dam Webster’s Collegiate Dictionary pada tahun 1966. Jadi secara istilah, stand
up comedy baru berumur 46 tahun. Menurut Raditya Dika, stand up comedy muncul dari Inggris pada abad ke 18-19, namun
mendapat popularitas yang cepat dari perkembangannya di Inggris dan Amerika
Serikat.
Menurut Jim Mendrinos di www.twodrinkmin.com, sebelum muncul
istilah stand up comic dikamus itu, siapapun yang bisa membuat orang tertawa disebut comic. Maka pada tahun
1966, istilah stand up comedy muncul. Masih menurut Mendrinos, hingga abad
ke-18, komedi masih eksklusif milik gedung pertunjukan. Kakek yang di anggap
dari stand up comedy adalah Thomas Dartmouth “dady” Rice, yang dianggap sebagai
penemu minstrel shows (pertunjukan di
panggung yang populer dan menampilkan comic,
lagu dan tarian yang di tampilkan banyak aktor yang memakai riasan berwarna
hitam.
Minstrel shows di bangun atas dasar stereotipe negatif yang rasial,
dan sering mengolok-olok ras yang sudah tertindas. Ini di mulai sebelum sebelum
Perang Sipil dan berlanjut hingga abad ke-20. Meskipun menjadi bagian dari
sejarah panggung pertunjukan di Amerika, minstrel
shows tak sama dengan produksi pertunjukan umumnya pada saat itu.
Pertunjukannya tak terikat pada
plot, melainkan pada tema, dan karakter yang bebas. Di antara karakter itu, ada
the Endmen yang memang tampil hanya untuk membuat tertawa. Di antara kedua
segmen mistrel shows yang pertunjukannya seputar komedi musikal. The Endmen
tampil membawakan ‘stump speech’ atau
‘pidato politik’. Maksudnya, monolog satir yang mengolok-olok kondisi terkini
dan figur politik. Ini juga kali pertamanya, sesuatu yang mirip ‘stand up comedy’ ditampilkan di depan
penonton. Sejak itu, mistrel shows
membuktikan bahwa pertunjukan dengan biaya rendah bisa di terima sebagai
hiburan yang populer.
Di awal abad ke-20, akhirnya vaudeville (pertunjukan yang menampilkan
tarian, nyanyian, komedi, akrobat hingga sulap) dan komedi musikal digilai
masyarakat di Amerika. Vaudeville membuktikan
bahwa komedi bisa di tampilkan di panggung besar, tapi burlesque (pertunjukan humor yang provokatif menampilkan humor
slapstick, lelucon verbal, aksi penari telanjang, dan para penyanyi
perempuan) membuktikan bahwa stand up
comedy bisa di tampilkan dalam tempat yang lebih intim. Para comic yang tampil
di burlesque menampilkan sketsa dan
monolog di gedung pertunjukan yang lebih kecil, intim, dan penuh interaksi
hingga menghasilkan gaya stand-up.
Di tengah mewabahnya stand up
comedy di Indonesia dalam satu tahun terakhir ini, banyak pula yang mulai
merasakan peluang mencari nafkah dari
bidang komedi tunggal ini. Bagi para comic, stand up comedy bukan sekedar tren,
tapi semacam industri yang profit. Dan kini nampaknya gerakan stand up comedy
ini mulai bergerak diluar layar TV, kini banyak cafe yang menggelar stand up comedy dan bahkan
komunitas-komunitas stand up comedy
sekarang banyak terbentuk.
Dengan komunitas yang bermunculan menjadikan tempat belajar
tentang seluk beluk stand up comedy itu sendiri. Kompetisi yang ketat dalam
komunitas membentuk keberanian para comic. Terhitung hingga bulan maret sudah
tercatat 46 komunitas stand up comedy di
seluruh Indonesia. Chris Rock pernah bilang keberadaan stand up comedy tergantung
talentanya. Waktu akan menjawab apakah
stand up comedy akan abadi atau euphoria sesaat.
Kamis, 21 Juni 2012
ROCK KLASIK TAK ADA MATINYA
Apa yang membuat musik era 1970-an tetap abadi hingga
kini? Dalam sebuah edisi yang lalu, majalah Time menyandingkan The
Beatles dengan sebuah Boysband masa kini bernama Nsync,
dengan pertanyaan, apakah 30 tahun kemudian kita masih bisa mendengarkan Nsync?
Musik memang melekat dalam hidup sebagian besar manusia, terutama saat remaja
hingga awal masa dewasa, umumnya melekat sepanjang hidup, yang menjadi
nostalgia yang terasa indah dan menyenangkan ketika didengar lagi berpuluh-puluh
tahun kemudian.
Edward Macan, dalam bukunya berjudul Rocking the
Classic English Progressive Rock and the Counterculture, berpendapat bahwa tidak satu pun musik
yang bernada di luar masyarakatnya Johan Sebastian Bach dan Ludwig Van
Baethoven, misalnya adalah sosok dari tempat dan masa tertentu, seperti halnya
Blind Lemon Jefferson atau Charlie Parker. Jika tak satupun musik bisa
benar-benar asosial, maka tak satu musik pula yang mampu bertahan di makan
zaman. Dengan kata lain, musik yang erat dengan situasi masyarakat, akan tak
lekang di makan zaman.
Memang, tak peduli
betapa kuatnya pengaruh musik pada audiens kontemporer atau bahkan beberapa
generasi, masyarakat tetap mengalami perubahan. Oleh sebab itu, selalu tiba
saat dimana setiap jenis untuk kehilangan daya cengkramnya pada budaya massal,
dan menjadi peninggalan sejarah yang hanya akan dinikmati oleh makin sedikit
orang. Dan, faktor keterkaitan musik dengan situasi masyarakat tersebut,
apalagi jika situasinya adalah situasi yang mendunia, menjadikan jenis musik
tersebut awet, setidaknya di kalangan penikmatnya.
Led zeppeling,
seperti halnya Deep Purple, The Rolling Stones, The Beatles, Yes, Genesis, Pink
Floyd, King Crimson, The Who dan banyak lagi adalah sosok yang mewakili generasi 1970-an, yang dibelahan
bumi barat menyebut diri sebagai flower generation. Di melinium ketiga ini,
musisi-musisi rock era 1970-an tersebut memang mulai menjelang masa menjadi
peninggalan sejarah.
Penikmatnya tentu tak
sebanyak penikmat musisi masa kini, seperti jumlah remaja sekarang di seluruh
dunia yang menjadi konsumen Justin Bieber dan sekian boysband. Namun, daya
Cengkeram Led Zeppelin dan lain-lainnya, masih kuat. Tidak hanya pada remaja
tempo dulu, namun juga pada sebagian lain generasi muda yang mengkonsumsi musik
secara lebih serius.
Mengapa musik rock
klasik bisa abadi? Sebagian berpendapat, rock klasik adalah jenis rock yang
lahir dan populer di tahun 1970-an, saat musik rock mencapai puncaknya.
Pendapat lain menyebutkan, sebuah jenis musik atau sebuah group sudah berusia
minimal 15 tahun. Kedua definisi ini berlaku pada musik-musik rock klasik era
1970-an.
Menurut Macan, musik
tak bisa lepas dari masyarakat, dalam hal ini situasi yang melingkupi
masyarakat tersebut, yang melahirkan
emosi tertentu yang dituangkakn dalam karya musik. Apa yang terjadi di era
1970-an adalah pengalaman yang membekas di benak sebagian umat manusia masa
itu, yaitu invasi pasukan AS di Vietnam, yang mulai terjadi sekitar tahun 1966
– 1967.
Inspirasi penulisan
lirik rock baru terbuka dipertengahan era 1970-an, saat meletusnya perang Vietnam.
The Beatles, Led
Zeppelin, Pink Floyd dan banyak lagi group lainnya yang disebut sebagai band rock klasik,
menyuarakan situasi sosial ini dalam lirik-liriknya. Genre Art-rock, atau yang sekarang populer
disebut rock progresif, sempat dianggap tidak berkonotasi sosial. Liriknya
memang umumnya berkisar pada narasi mitologis kisah Science Fiction, dan kalimat-kalimat Pseudioritualis. Bahkan kelompok punk-rock di
akhir era 1970-an, menyebut lirik rock progresif sebagai pelarian dari dunia
nyata.
Beda dengan lirik
musik hard rock, yang cenderung melihat situasi
sosial dari sudut pandang yang lebih lembut. Mereka menggemakan sebuah solusi bagi
problem-problem masyarakat melalui perubahan spiritual, bukan kegiatan politik.
Banyak musisinya beranggapan bahwa musik mereka memiliki sikap revolusioner
yang jauh lebih potensial dibandingkan sistem politik apapun.
Di Era 1970-an, gema
musik rock amatlah besar, lebih besar dari jenis musik apapun. Rock menjadi gaja
hidup yang dianut generasi muda di seluruh dunia, yang ditandai dengan
munculnya grup-grup yang legendaris hingga kini, dan maraknya industri dan
media massa
rock saat itu. Di Indonesia semangat itu juga masuk, antara lain melalui gaya hidup generasi muda Jakarta hingga menyebar ke kota-kota lain.
Lalu kenapa
penyerapan yang sebagian besar hanya sampai dipermukaan itu bisa abadi juga di
kalangan remaja Indonesia
saat itu, yang tentunya hari ini di minimal sudah berumur 40 tahun? Ella Su’ud
seorang pengasuh milis rock klasik M-Claro di Kompas beberapa waktu lalu
mengatakan “Musik
Rock zaman itu adalah musik yang membuat kita mikir, baik dari notasi, apalagi
liriknya. Musik tersebut didesain secara khusus, ada proses pembelajaran yang
agak sulit sebelum kita mengapresiasinya”.
Sementara itu,
remaja-remaja masa kini pun sebagian menjadi penyambung selera rock klasik.
Misalnya, lewat Dream
Theater yang
mirip Yes dan Pink Floyd atau The Flower Kings yang mendaur ulang karya the Beatles Across
the Universe. Bagi yang biasa mendengarkan RKB, tiap Rabu malam bisa
bernostalgia mengenang masa muda sambil menikmati lagu dari grup-grup yang
mewarnai masa remaja mereka, dalam acara Classic Rock.
Menurut Sigit
Bramantyo, Direktur Program RKB, sebagai sebuah acara musik, Classic Rock mendapat respon yang luar biasa.
Beberapa pendengar setia dari dalam kota maupun luar Kota Pekalongan
menghubungi RKB via facebook, telepon, SMS, menanyakan grup mana yang akan
diputar, atau sekedar meminta grup favoritnya diputarkan hingga meminta on air pada acara tersebut sebagai
bintang tamu.
Kenapa hanya musik
rock yang menyandang gelar klasik? Setelah perang vietnam berlalu hampir 40 tahun.
Hari ini masih banyak yang menunggu-nunggu intro lagu stairway to heaven (Led Zeppelin) yang kembali
mengumandang di udara Pekalongan hari Rabu besok (dari
beberapa sumber).
Pekalongan,
8 Mei 2011
Aan
Jindan Ash Shogirie
Komunitas
Pecinta Musik Pekalongan (KPMP)
Masyarakat
– Cla Ro Pekalongan /
Pekalongan
Classic Rock Society
Langganan:
Postingan (Atom)