Rabu, 20 Juni 2012

‘MEMANUSIAKAN’ TUKANG NYUNGGING BATIK

canting terbang membatik dunia

Selama ini kita mengagumi batik karena keindahan motif maupun komposisi warnanya yang menarik. Dan yang terlintas di benak kita pasti mengagumi ketelatenan dan ketekunan ‘pengobeng’ atau pembatiknya. Tahukah anda, dibalik keindahan batik yang kita kagumi itu terselip jasa orang-orang yang membuat gambar atau pola motif tersebut, ya peran orang-orang yang berprofesi ‘tukang nyungging’lah yang membuat batik menjadi indah karena motifnya.
Dalam proses membuat batik dibutuhkan beberapa tahapan dari awal hingga menjadi kain batik yang siap dikenakan. Dari serangkaian tahap dalam proses pengertian batik yang meliputi seperti nyungging, njaplak, nglowongi, ngiseni, nyolet, mopok, ngelir, ngrentesi, nyumti, nyoga hingga nglorod. Proses awal pengerjaan batik adalah nyungging yang artinya membuat pola / motif pada kertas yang kemudian ditransfer ke kain dengan cara yang disebut njaplak atau memindahkan pola / motif kertas ke kain.
Dengan demikian ujung tombak proses pengerjaan batik adalah desain atau gambar pola / motif. Desain yang baik pasti akan menghasilkan motif batik yang baik pula, begitu pula sebaliknya. Peran para desainer motif atau ‘tukang nyungging’ menjadi sangat menarik untuk kita bahas. Karena apa, peran besar mereka seakan-akan tenggelam tidak kelihatan dan kurangnya penghargaan terhadap mereka.
Dahulu para ‘tukang nyungging’ mendesain atau menggambar motif batik cukup dengan spidol dan kertas plano, namun seiring perkembangan teknologi desain motif batik digambar melalui komputer. Transformasi inipun secara tidak langsung mengubah sebutannya, para desainer manual akrab disebut ‘tukang nyungging’ sedangkan tukang nyungging yang sekarang lebih modern dengan menggunakan perangkat komputer lebih dikenal sebagai desainer motif batik.
Era komputerisasi ini memang tak terelakkan, ketika kebutuhan pasar akan desain batik yang lebih fashionable mengikuti mode yang kadang kala bebas mencampur aduk beberapa motif menjadi motif baru hingga yang sifatnya repeatisi atau gambar yang diulang dan menyambung menjadi satu rangkaian desain yang luas besar.
Tukang nyungging bisa dikategorikan dalam desain grafis ‘Vernakular’. Vernakular artinya bahasa setempat atau bahasa daerah, logat asli. Desain grafis vernakular adalah gaya desain grafis yang craftmanshipnya dikerjakan secara manual dengan memanfaatkan ketrampilan tangan. Sedangkan desainer motif yang telah memanfaatkan teknologi komputer dengan aplikasi photoshop bisa dikategorikan sebagai desainer grafis dengan spesifikasi batik.
Sebelum era desain batik komputer, para tukang nyungging cukup banyak di Pekalongan. Para seniman otodidak ini berjasa besar ‘memboomingkan’ tren batik dari waktu ke waktu namun sekarang perannya lebih banyak diambil alih para desainer batik lewat komputer, karena tuntutan industri batik yang memaksa demikian. Kekayaan khasanah motif tercipta dari tangan-tangan kreatif mereka, namun sekali lagi keberadaan mereka seperti tidak diperhatikan. Penghargaan terhadap karya-karya mereka nyaris tidak ada.
Sudah sepatutnya karya-karya mereka diapresiasi dan perlu adanya semacam penghargaan kepada mereka yang telah mengabdikan hidupnya untuk melestarikan warisan budaya dengan menguri-uri motif-motif batik klasik di Pekalongan, sehingga ketangguhan motif-motif batik Pekalongan tak tertandingi hingga sekarang.
Sudah saatnya kekayaan motif batik karya tukang nyungging ataupun desainer motif batik didokumentasikan menjadi sebuah buku sebagai warisan kepada generasi penerus sekaligus membuktikan karya desain desainer putra asli Pekalongan sangat hebat dan variatif. Karya desain inovatif dari desainer Pekalongan jauh lebih bagus dan kreatif dibandingkan hasil inovasi desain batik dari fakultas senirupa IKJ Jakarta.
Hasil komputerisasi desain dari Fakultas Senirupa IKJ yang termuat dalam buku “BATIK DEKOD Pengembanan Motif Batik Pekalongan di Tengah Industri Kreatif” terbitan kerjasama Pemkot Pekalongan IKJ dan ICC tahun 2011 ini, sungguh sangat jauh dibandingkan dengan kreativitas desainer lokal. Patut disayangkan buku yang di cetak sangat lux ini dan (pasti mahal) tidak memberikan wacana baru desain batik Pekalongan. Alangkah baiknya kalau buku itu berisikan hasil karya desainer motif batik asli Pekalongan, saya yakin haqqul yakin pasti hasilnya lebih terasa ‘nendang’ dan mak nyuss ..... karena kreativitas desain motif batik di Pekalongan sekarang jauh lebih berkarakter, lebih inovatif, lebih modern dan yang jelas lebih terasa batiknya.
Yang lokal belum tentu jelek, sebaliknya nama besar yang berkaliber Nasional pun kalau memang tidak memiliki basic juga tidak menjamin hasilnya lebih bagus. Sudah semestinya peran ‘tukang nyungging’ ini diberi tempat yang layak dan saatnya pemkot mengekspos karya-karya mereka sebagai aset kekayaan budaya andalan kita dengan menginventarisir dan mendokumentasikan serta ‘menerbangkan’ mereka sebagai duta-duta senirupa batik ke seluruh dunia dengan mengangkat karya-karya mereka ke pentas dunia, bukan sebaliknya ‘orang luar’ yang tidak ‘berdarah batik’ diberikan kepercayaan untuk mengekspos batik.


Aan Jindan Ash-Shogirie,
Pelukis & Desainer Batik Pekalongan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar